BAB 9. INVESTASI DAN PENANAMAN MODAL
1.
Investasi
Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa
pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan
akumulasi suatu bentuk aktiva dengan suatu
harapan mendapatkan keuntungan dimasa
depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal.
Kebutuhan investasi dalam pertumbuhan
ekonomi
Pemerintah menyatakan, untuk menumbuhkan
perekonomian sebesar 7 persen ke depan, dibutuhkan investasi sekitar Rp.2.000
trilyun per tahun. Investasi tersebut dipenuhi oleh investasi PMA, investasi
dunia usaha domestik, investasi perorangan (rumah dsb nya) dan juga investasi
oleh pemerintah. Sumber pembiayaan investasi berasal dari Perbankan, Pasar
Modal, Sumber Luar Negeri, APBN dan APBD, serta sebagian besar lainnya dari
dana sendiri.
Perkembangan pinjaman oleh Perbankan selama
beberapa tahun terakhir mencapai nilai nominal yang meningkat. Jika tahun 2007
kenaikan nominal Rp.210 trilyun, tahun 2008 kenaikan sekitar Rp.300 trilyun,
namun sampai dengan September 2009 pinjaman baru tumbuh Rp. 64 trilyun. Dalam
beberapa tahun terakhir, secara keseluruhan, total asset Perbankan
tumbuh sekitar 15-17 persen per tahun, pertumbuhan yang sama juga dicapai oleh
DPK (Dana Pihak ketiga).
Bagaimana prediksi ke depan?
Kebutuhan pembiayaan untuk investasi ke depan
akan terus meningkat. Seberapa mampukah perbankan Indonesia dalam
melakukan peran tersebut di tahun-tahun mendatang? Seberapa besarkah potensi
Indonesia untuk bermain dalam peta Perbankan global di tahun-tahun mendatang?
Berbeda dengan perekonomian makro, Perbankan
Indonesia belum masuk dalam peta Perbankan global. Untuk kelas ASEAN saja,
masuk Perbankan global masih tertinggal jauh dibelakang. Pada tahun 2006, dari
sepuluh Perbankan ASEAN dari sisi aset nya, hanya Bank Mandiri yang masuk
kategori tersebut.
Meskipun relatif tertinggal dalam hal
pengumpulan aset, Perbankan Indonesia mampu untuk mencapai tingkat
profitabilitas yang lebih tinggi. Dalam tahun 2008 dan 2009 ini, tingkat
keuntungan Perbankan di Indonesia jauh lebih tinggi dari Singapura, Malaysia
dan Muangthai. Maybank, misalnya, memiliki aset sebesar RM 269,1 milyar
sementara laba bersih hanya sekitar RM 2,9 milyar dengan ROA sebesar 1,1
persen. CIMB (induknya Bank Niaga) memiliki aset sebesar RM 206,7 miliar
sementara laba bersihnya RM 1,95 miliar dengan ROA sebesar 0,94 persen. Di
Indonesia, Bank BRI dengan total aset sebesar Rp.246 trilyun memperoleh laba
bersih sebesar Rp.5,96 trilyun dengan ROA sebesar 4,18 persen. Sementara Bank
BCA memperoleh aset sebesar Rp.245 trilyun dengan laba bersih Rp.5,76 trilyun
dan ROA sebesar 3,4 persen di tahun 2008.
Pada tahun 2010 Perbankan di Indonesia
mempunyai prospek bagus untuk berkembang. Pertumbuhan ekonomi Indonesia
diprediksi mencapai 5,5 persen sementara pertumbuhan nominalnya akan mencapai
di atas 10 persen. Dengan tingkat Asset to GDB ratio yang diperkirakan
meningkat, maka prospek peningkaan Dana Pihak Ketiga (Giro, Tabungan, Deposito)
juga akan relatif tinggi. Perkembangan luar Jawa lebih cepat dibanding di Jawa.
Perkembangan ini memungkinkan tercapainya perkembangan pembiayaan yang lebih
tinggi.
Dari hasil ulasan di atas, terlihat bahwa
Indonesia mempunyai prospek yang baik untuk meningkatkan investasi. Peningkatan
investasi ini diharapkan dapat menumbuh kembangkan industri, yang akhir-akhir
ini ditengarai telah terjadi deindustrialisasi sejak terjadi krisis tahun 1998.
Peningkatan investasi tentunya dapat menyerap tenaga kerja, dan iklim investasi
ini dipicu oleh adanya peningkatan kelas menengah yang mempunyai daya
beli cukup besar di Indonesia. Masalahnya adalah bagaimana mengatasi agar
jenjang antara kelas menengah ke atas dan masyarakat miskin ini berkurang.
2.
Penanaman modal
dalam negeri
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan
kunci utama pertumbuhan ekonomi nasional. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
akan membawa menuju kearah kemajuan teknologi. Kemajuan teknologi pada
gilirannya membawa kearah spesialisai dan penghematan produksi dalam skala yang
luas. Investasi di bidang barang modal tidak hanya meningkatkan produksi tetapi
juga meningkatkan penggunaan tenaga kerja.
Penanaman Modal Dalam negeri (PMDN)
menghasilkan kenaikan output nasional dan pendapatan nasional sehingga dapat
memecahkan masalah inflasi, neraca pembayaran dan melunasi utang luar negeri.
Sumber-sumber yang dapat diarahkan untuk pembentukan modal adalah kenaikan
pendapatan nasional, pengurangan tingkat konsumsi, penggalakan tabungan,
pendirian lembaga keuangan, menggerakkan simpanan emas dan sebagainya. Sumber
domestik yang paling efektif adalah tabungan yaitu tabungan pemerintah dan
tabungan masyarakat.
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan
penggunaan modal untuk usaha-usaha dalam mendorong pembanguanan ekonomi pada
umumnya. Inti dari pembentukan modal adalah pengalihan sumber daya yang
sekarang ada pada masyarakat dengan tujuan meningkatkan persediaan barang modal
sehingga memungkinkan perluasan output yang dapat dikonsumsi pada masa depan.
3.
Penanaman modal
asing
Secara makro, proses kemajuan ekonomi
suatu Negara akan semakin lancar jika tingkat tabungan masyarakat mampu
mengimbangi kebutuhan investasi yang akan dilakukan. Jika yang terjadi adalah
tabungan masyarakat lebih sedikit, maka diperlukan peran sektor swasta luar
negeri atau asing untuk menutup celah atau kekurangan tersebut.
Salah
satu ukuran untuk menjelaskan hal ini, dapat digunakan model pertumbuhan
ekonomi yang dikemukakan oleh Harrod-Domar dengan mengatakan bahwa :
g = s/k
atau s = g x k , dimana :
g = laju
pertumbuhan pendapatan nasional
s = tingkat
tabungan masyarakat
k = tingkat
pertumbuhan capital output ratio
Jadi
jika diketahui keinginan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 6 %, sedangkan
capital output ratio nya adalah 3, maka tingkat tabungan masyarakat yang
dibutuhkan agar tidak terjadi gap haruslah sebesar 18 %. Sehingga jika tabungan
masyarakat hanya senilai 11 %, maka masih dibutuhkan sumber modal dari luar
negeri sebesar kekurangannya, yakni sebesar 7 %.
Penanaman
modal oleh investor asing sendiri sudah memiliki Undang Undang nya sejak tahun
1976, yaitu pada saat awal pemerintahan Soeharto yang secara politik dikenal
sebagai Orde Baru. Undang Undang PMA tersebut adalah UU PMA No.1/1976.
Namun,
masuknya modal asing menimbulkan pro dan kontra dalam menanggapinya. Beberapa
alasan yang menentang masuknya PMA diantaranya adalah :
- Di dalam kenyataannya, sangat jarang perusahaan multinasional bersedia menanamkan kembali keuntungan yang diperolehnya di Negara-negara berkemban.
- Dilihat dari kepentingan neraca pembayaran, perusahaan-perusahaan multinasional dapat menyebabkan berkurangnya penerimaan devisa Negara, baik melalui neraca berjalan, maupun lewat neraca lalu-lintas modalnya.
- Meskipun perusahaan multinasional turut menyetor pajak kepada Negara, mereka sering mendapatkan keringanan pajak dari pemerintah, serta perlindungan-perlindungan lainnya.
- Tidak jarang tujuan transfer teknologi tidak dapat berjalan dengan lancer. Disamping kesempatan tenaga kerja pribumi yang masih sulit untuk menduduki posisi-posisi kunci dalam perusahaan.
- Perusahaan multinasional sering memiliki kedudukan sebagai perusahaan monopolis.
- Perusahaan multinasional tidak jarang hanya memproduksi komoditi untuk kalangan tertentu saja.
- Perusahaan multinasional dapat mempertajam kesenjangan sosial.
- Perusahaan multinasional dapat menggunakan kekuatan ekonomi untuk menekan pemerintah.
- Perusahaan multinasional dapat menekan pajak local dengan ‘transfer pricing’.
Tetapi,
terlepas dari pandangan-pandangan menentang tersebut, Negara Indonesia dinilai
masih banyak membutuhkan uluran penanaman modal asing tersebut. Beberapa alasan
yang melatarbelakanginya adalah :
- Kemampuan menabung masyarakat Indonesia yang belum sempurna, sehingga kebutuhan modal dalam negeri masih kurang.
- Masih banyak sektor yang belum dapat dikelola sendiri oleh tenaga dan manajemen dalam negeri.
- Belum efisiennya produksi untuk jenis-jenis komoditi tertentu, sehingga lebih menguntungkan jika diserahkan pengelolaannya pada investor asing.
- Meskipun masih sedikit, kita dapat belajar mencoba proses transfer ‘kemampuan’ dari para perusahaan multinasional tersebut, disamping perusahaan tersebut banyak juga turut membantu pemerintah dalam membuka pusat usaha baru di tempat-tempat yang selama ini jauh dari kegiatan ekonomi.
Suatu
ideologi atau paham yang percaya bahwa modal merupakan sumber utama untuk dapat
menjalankan sistem perekonomian di suatu Negara dikenal sebagai paham
Kapitalisme. Dengan demikian, semua proses dalam kehidupan manusia bersumber
pada pengelolaan modal; baik itu modal milik perorangan, milik sekelompok
masyarakat, maupun milik sekelompk pengusaha-pengusaha swasta. Artinya semua
aktivitas dalam kehidupan ekonomi membutuhkan modal. Pemilik modal, dalam
mengelola sumber-sumber ekonomi itu bertujuan untuk mengakselerasi perkembangan
modalnya dengan cara berusaha seefisien mungkin untuk mendapatkan keuntungan
maksimal.
Dengan
seiringnya waktu, paham ini bergeser menjadi paham liberalism dan akhirnya
menjadi paham neoliberalism , yang kini dianut oleh Negara kita, Negara
Indonesia.
Paham
ini menyebabkan BUMN terpaksa diserahkan ke tangan asing karena Indonesia
memerlukan devisa guna mendukung kurs rupiah yang sedang tertekan pada saat
itu. Juga diperlukan untuk menambah cadangan devisa, menciptakan lapangan
kerja, dan mendorong perekonomian.
Tetapi,
penanaman modal asing dinilai oleh para kritikus sangat membuat masyarakat
kecil sengsara karena segala kebijakan pemerintah mengenai penanaman modal
asing yang telihat positif itu hanya membuat para investor asing semakin
kaya-raya dan membuat kesenjangan sosial di Negara ini semakin tajam, karena 80
% dari hasil penanaman modal asing tersebut milik investor asing saja.
Namun,
terlepas dari segala kekurangan dan kelebihan akibat penanaman modal asing,
Negara ini sendiri masih memerlukan modal untuk kelangsungan hidupnya, baik
dari investor asing maupun investor dalam negeri.